08 Oktober 2010

Umat Hindu di Bali Rayakan Tumpek Landep

. 08 Oktober 2010
1 komentar

Liputan6.com, Denpasar: Umat Hindu di Bali merayakan Hari Tumpek Landep, persembahan suci yang khusus ditujukan untuk semua jenis benda yang berbahan baku besi, perak, tembaga dan jenis logam lainnya, Sabtu (9/10). Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan dipersembahkan untuk berbagai jenis alat produksi dan aset, termasuk keris dan senjata pusaka.

Aset yang mendapat persembahan khusus pada hari istimewa umat Hindu di Pulau Dewata itu, antara lain mesin, kendaraan, sepeda motor, dan alat teknologi, termasuk perangkat komputer dan televisi. Upacara dilakukan di rumah tangga masing-masing, dengan skala besar ataukecil sesuai kemampuan dari keluarga bersangkutan.

Upacara itu bermakna untuk memohon keselamatan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata. Selain itu, juga merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang mampu mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar Doktor Drs I Ketut Sumadi M.Par menjelaskan, Tumpek Landep juga merupakan "pujawali" Betara Siwa yang berfungsi melebur dan memralina (memusnahkan) untuk kembali ke asalnya.

Salah satu hari yang cukup diistimewakan umat Hindu itu berlangsung setiap 210 hari sekali. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempersembahkan kurban suci itu ditujukan terhadap alat-alat pertanian berupa canggul, sabit, atau traktor. Semua peralatan yang terbuat dari besi dan tembaga, termasuk mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya, pada Hari Tumpek Landep mendapat persembahkan sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut ceniga, sampian gangtung, dan tamiang.

Teknologi canggih, menurut Ketut Sumadi, hendaknya dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali yaitu Tri Hita Karana, hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh sebab itu seluruh peralatan yang digunakan umat manusia dalam mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak harus tetap terjaga kesuciannya. Dengan demikian, alat-alat itu selamanya akan dapat digunakan dengan baik, tanpa merusak alam lingkungan.

Masyarakat yang berprofesi sebagai petani misalnya, akan merawat dan menjaga alat-alat pertaniannya dengan baik. "Sementara masyarakat yang berprofesi sebagai pembuat berbagai jenis peralatan dari bahan baku besi, baja, emas, perak (perajin) akan memelihara dan menjaga peralatannya, agar tidak disalahgunakan untuk membuat benda-benda yang membahayakan kehidupan di alam semesta ini," tutur Ketut Sumadi.(ANT/SHA)

http://berita.liputan6.com/sosbud/201010/300466/Umat.Hindu.di.Bali.Rayakan.Tumpek.Landep

Klik disini untuk melanjutkan »»

05 Juli 2010

Ritual Tusuk Pipi dan Jalan di Atas Pedang

. 05 Juli 2010
0 komentar

Umat Hindu menggelar Upacara Vaikasi Maha Puja Di atau ritual tolak bala di Kuil Shri Mariamman Pematangsiantar, Minggu (4/7). Kegiatan tersebut diisi ritual tusuk pipi dan berjalan di atas pedang.

Acara ritual tersebut dihadiri umat Hindu dari Pematangsiantar dan berbagai daerah di lain di Sumatera Utara (Sumut).

Upacara ini dirangkai peringatan bulan Adi (bulan dalam agama Hindu). Acara tersebut sebenarnya telah dimulai sejak tiga hari sebelumnya, dan kemarin merupakan acara puncak. Jika di hari-hari sebelumnya acara hanya diisi dengan berdoa dan sembahyang di kuil, kemarin ratusan umat Hindu berarak-arakan menuju Sungai Bah Bolon di Jalan MH Sitorus, tepat di samping rumah dinas Wali Kota Pematangsiantar. Di aliran sungai tersebut, umat Hindu membuang bunga Sakti Kargem (sesajen). Lalu merangkai bunga Puspa Kargem, yang diartikan sebagai persembahan untuk Dewi, serta diarak keliling kota hingga ke Kuil Shri Mariamman, Jalan Diponegoro Belakang Nomor 21 B, Siantar Barat..

Berbagai kembang aneka warna dirangkai dan ditabur di lokasi acara. Aroma dupa pun tercium. Sementara peserta ritual tidak diizinkan mengenakan alas kaki, baik sandal maupun sepatu. Sebab lokasi ritual dianggap sudah suci karena sebelumnya disiram air kunyit, sehingga tidak bisa diinjak menggunakan sandal atau sepatu.

Pemimpin ritual, Jaya Barti kepada METRO mengatakan, acara ini baru diadakan kembali setelah vakum selama 24 tahun. Katanya, selama 14 tahun, yakni sejak tahun 1971 hingga 1985, acara tersebut rutin dilakukan guru dan tokoh agama Hindu. Namun kemudian vakum hingga tahun 2009. Barulah di tahun 2010 ini, kegiatan tersebut digelar kembali.

"Memang dulu rutin dilakukan. Tapi karena para guru dan tokoh agama sudah meninggal dunia, maka jadi vakum, dan baru dilaksanakan tahun ini. Untuk ke depan, kita sudah berupaya agar generasi muda mempelajari tradisi ini dan tidak hilang begitu saja ditelan zaman," katanya.

Khusus untuk Kota Pematangsiantar, Jaya Barti mengatakan mereka selalu berdoa kepada Dewa agar kota dan warganya dilimpahkan berkah dan terhindar dari bala.

"Kalau sudah kita adakan ritual ini, maka jika diizinkan-Nya, maka kota ini akan terhindar dari bala, serta diberi keberkahan serta tanah yang subur," katanya seraya menambahkan, ritual ini dilaksanakan bergilir di 20 Kuil Shri Mariamman di seluruh Sumut.

Pada ritual kemarin, saat berada di aliran Sungai Bah Bolon, seorang pemuda ditusuk pipi kiri hingga menembus pipi kanannya. Ini termasuk salah satu syarat ritual. Selanjutnya, seorang pria berbadan tegap seperti kerasukan dan mampu berdiri serta berjalan di atas pedang tajam sambil mencambuk dirinya sendiri. Kegiatan ini pun mendapat perhatian warga.

Siwaa (42), warga Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang yang mengikuti prosesi ritual sempat menerangkan berbagai kegiatan yang digelar dalam ritual tersebut. Katanya, bulan Adi Maso adalah bulan suci untuk umat Hindu. Seperti bulan Ramadan bagi umat Islam. Di setiap bulan Adi, katanya, umat Hindu selalu menggelar ritual sembari memanjatkan doa, menghantar sesajen untuk memohon kemakmuran negeri, dan tolak bala. Upacara ini disebut Vaikasi Maha Puja, di mana umat Hindu Kuil Shri Mariamman memanjatkan doa dan sembahyang selama dua hari. Di hari ketiga, umat Hindu menggelar arak-arakan menuju sungai untuk membuang bunga Sakti Kargem di sungai. "Syaratnya memang harus dibuang di sungai, karena di dalam kendi tempat bunga Puspa Kargem dimuat, terdapat air sungai. Setelah bunga Sakti Kargem dibuang, maka pelaksana ritual dan tokoh agama merangkai bunga Puspa Kargem yang terdiri atas bermacam bunga dan dedaunan yang ditata indah. Setelah Puspa Kargem rampung, puluhan dupa yang sudah dibakar ditancapkan ke bunga sambil diarak. Ini adalah bulan suci kami, makanya momen ini sangat pas untuk memanjatkan doa mohon berkat dari Dewa dan meminta agar jangan sampai menerima bala," katanya.

Upacara ini juga diikuti umat Hindu dari Medan, Deliserdang, Tebingtinggi, serta Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradi).

http://metrosiantar.com/METRO_SIANTAR/Umat_Hindu_Gelar_Upacara_Vaikasi_Maha_Puja_Di

Klik disini untuk melanjutkan »»

25 Juni 2010

Rayakan Piodalan, Ribuan Umat Hindu Banjiri Pura Mandara Giri

. 25 Juni 2010
0 komentar

TEMPO Interaktif, Lumajang - Ribuan umat Hindu dari seluruh penjuru nusantara diperkirakan bakal membanjiri peringatan piodalan atau hari ulang tahun Pura Mandara Giri Semeru Agung.

Pura itu berada di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Peringatan dilakukan sepanjang Sabtu (26/6) besok hingga Rabu (7/7) mendatang. Selama lebih dari seminggu, umat Hindu yang sebagian besar dari Bali akan silih berganti datang untuk melakukan persembahyangan.

Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Lumajang Edi Sumianta dihubungi siang ini (25/6) mengatakan, kalau piodalan ini merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang diselenggarakan di Pura Mandara Giri Semeru Agung.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Hindu yang sebagian besar berasal dari luar Kabupaten Lumajang akan membanjiri pura yang berada dekat lereng Gunung Semeru ini. Piodalan ini berlangsung selama seminggu lebih mulai Sabtu (26/6) hingga Rabu (7/7) mendatang.

Piodalan ini juga untuk memperingati mulainya pemakaian bangunan Pura pertama kalinya dengan kalender yang dipakai perhitungan bulan atau sasih dalam agama Hindu seperti istilah kasa (Bulan) satu, Karo ( bulan ) dua dan seterusnya sampai pada kasanga ( bulan ) 9 kadasa ( bulan ) 10. Upacara Piodalan dimulai pada tahun 1992 yakni pada tahun pura ini didirikan.

Peringatan Piodalan ini juga akan dimeriahkan dengan pagelaran seni tari. "Ada pagelaran Tari Godril dan Tari Glipang. Selain itu, ada juga campursari," kata Kepala Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Lumajang, Hendro Iswahyudi.

Klik disini untuk melanjutkan »»

23 Juni 2010

Petani di Wonosobo Temukan Arca Hindu Kuno

. 23 Juni 2010
0 komentar

Metrotvnews.com, Wonosobo: Sejumlah arca yang diperkirakan peninggalan zaman Hindu kuno ditemukan para petani di areal persawahan di Desa Wonolelo, Wonosobo, Jawa Tengah. Diperkirakan masih banyak lagi arca di sekitar lokasi penemuan masih terpendam tanah.

Sejumlah arca dan lingga ini pertama kali ditemukan seorang petani setempat bernama Kaswandi. Barang yang diduga merupakan situs peninggalan kerajaan hindu tersebut ditemukan di bawah pematang sawah saat sedang mencangkul. Dalam waktu sebulan, berawal dari penemuan lingga, petani kembali menemukan sejumlah arca lain serta bagian stupa. Sejumlah barang yang mirip bagian candi tersebut selanjutnya dikumpulkan dan dilaporkan ke perangkat desa.

Sementara itu Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo Edi Riyanto mengatakan, dilihat dari beberapa temuan ada dugaan arca dan lingga tersebut mirip situs kerajaan Hindu. Untuk sementara pihaknya akan melaporkan temuan ke Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah.

Di kawasan tersebut diperkirakan masih banyak arca atau batu-batu candi, warga berharap dinas pariwisata dan dinas purbakala segera menyelamatkan batu-batu candi tersebut. Untuk menghindari pencurian dan penggalian secara ilegal, kawasan tersebut kini dalam pengawasan aparat pemerintahan setempat.(Kiswantoro/RIZ)

Klik disini untuk melanjutkan »»

18 Juni 2010

DKI Jakarta Juara Festival Seni Sakral

. 18 Juni 2010
1 komentar

SOLO, KOMPAS.com--Kontingen DKI Jakarta menjuarai Festival Seni Sakral Hindu Pertama, di Surakarta, 15-17 Juni 2010.

Kontingen DKI Jakarta sebagai juara pertama meraih nilai 347,8, diikuti juara kedua dan ketiga masing-masing Kontingen Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan nilai 332,22, dan Banteng 322,34.

Festival yang berakhir pada Kamis, diikuti sepuluh kontingen, dan setiap kontingen beranggotakan 50 orang yang terdiri warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

Pada acara penutupan festival di Pendopo Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, diumumkan pula para juara harapan.

Juara harapan pertama Kontingen Daerah Istimewa Yogyakarta (nilai 321,96), dan juara harapan kedua dan ketiga adalah Jawa Tengah (320,28), dan Jawa Timur (317).

Dirjen Bimas Hindu IBG Yudha Triguna mengatakan dalam festival ini terjadi beberapa kejutan. Pertama, kejutan karena respon masyarakat Surakarta yang demikian tinggi saat berlangsung karnaval.

Kejutan kedua, menurut dia, pihaknya tidak menduga ada beberapa kontingen yang persiapannya sangat singkat, tetapi mampu menunjukkan kebolehannya dalam festival tersebut.

"Ada kontingen yang persiapannya hanya sepekan, tetapi bisa berprestasi. Padahal, untuk ikut kegiatan ini idealnya butuh waktu persiapan tiga bulan," katanya.

Ia merasa malu bahwa dukungan pemerintah dalam kegiatan ini masih terlalu kecil, khususnya dalam segi pendanaan. Pemerintah belum mampu memberi bantuan untuk membeli konstum baru.

"Ini merupakan dukungan masyarakat dan masing-masing pemerintah daerah sangat tinggi," katanya.

Tri Guna mengatakan, usai kegiatan ini banyak pihak yang meminta agar festival itu diselenggarakan dua tahun sekali. "Bahkan ada yang meminta setahun sekali," katanya.

Menurut dia, keinginan tersebut merupakan modal semangat yang harus dipelihara untuk membina umat.

Usai menutup festival ini, Dirjen Bimas Hindu menyerahkan barong kepada Rektor ISI Surakarta Prof Dr T Slamet Suparmo MS sebagai tanda agar seni sakral tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan para generasi muda, khususnya mahasiswa.

Festival Seni Sakral Hindu untuk yang pertama kalinya digelar di Solo itu, bertujuan mempererat komunikasi antarumat Hindu di seluruh tanah air.

Selama festival berlangsung, 15-17 Juni 2010, selain menampilkan tari sakral agama Hindu dari sepuluh daerah di tanah air, juga digelar karnaval yang mempertontonkan kebudayaan daerah dari masing-masing peserta.

Sekitar 500 peserta berpartisipasi dalam festival spektakuler ini. Mereka dari Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Rencananya festival ini akan diadakan setiap tiga tahun sekali, dengan lokasi berpindah-pindah.

Klik disini untuk melanjutkan »»

17 Juni 2010

Festival Seni Sakral Hindu Dan Revitalisasi Budaya

. 17 Juni 2010
0 komentar

Solo (ANTARA News) - "Makin sedikit orang yang peduli terhadap kebudayaan sendiri. Justru orang asing yang melestarikan kebudayaan kita," ucap Ketua Festival Seni Sakral Hindu, Sunarto, di Solo.

Festival Seni Sakral agama Hindu untuk pertama kalinya digelar di Solo, Jawa Tengah. Tujuannya, mempererat komunikasi antar umat Hindu di seluruh tanah air.
Pelaksanaannya dimulai pada 15-17 Juni 2010, selain mempertunjukkan tari sakral agama Hindu yang berasal dari sepuluh daerah di tanah air, juga digelar karnaval yang mempertontonkan kebudayaan daerah dari masing-masing peserta.

Sekitar 500 peserta berpartisipasi dalam festival spektakuler ini. Peserta sebanyak itu berasal dari daerah Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Rencananya festival ini akan diadakan setiap tiga tahun sekali, dengan lokasi acara yang berbeda-beda..

Festival itu dimeriahkan oleh sepuluh kontingen. Tiap kontingen beranggota 50 orang, meliputi warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

"Tema yang kami angkat adalah Dewi Saraswati. Dia sosok dewi ilmu pengetahuan. Kami ingin memberikan pesan kepada masyarakat bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan lebih beretika dan tiap langkahnya selalu mengandung estetika," ucapnya.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Hindu, IBG. Yudha Triguna menyebutkan alasan festival tersebut digelar di Solo karena keamanan dan kenyamanan.

Selain itu, Solo dinilai memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan kota lain. Solo juga terbiasa menggelar event bersekala nasional dan internasional yang berkaitan dengan seni, kata Triguna dengan suara haru.

Ia mengtakan, tidak memilih Bali untuk tempat penyelenggaraan festival itu. Alasannya, karena di Bali baru digelar Festival Bali. "Sehingga kami memilih Solo sebagai tempat untuk menggelar Festival Sakral Agama Hindu tersebut," ia menjelaskan.


Meriah

Sementara itu pada acara karnaval, sebagai tanda pembuka kegiatan Festival Seni Sakral Keagaan Hindu Tingkat Nasional pertama 2010 di Surakarta, berlangsung meriah.

Tatkala barisan karnaval lewat, jalan protokol di Surakarta bagai di Pulau Dewata. Saat itu, memang, umat Hindu dari berbagai provinsi ikut ambil bagian dalam kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan itu.

Gamelan dimainkan para penabuh dengan suara menghentak. Sementara suara gong menyentak telinga hadirin dengan suara keras. Kadang tiba-tiba suara tetabuhan meredup. Penabuh memukul gamelan dengan pukulan sekuat tenaga. Mendadak sontak, suara sahdu mendominasi suasana.

Suara lonceng yang dibawa oleh para Pindandita menggema. Atmosfir Pulau Bali terasa makin kuat. Belum lagi asap dupa dan wewangian menyengat hidung Seluruh kontingen membawakan seni tradisi daerah yang dipadukan dengan seni sakral Agama Hindu.

Provinsi Jawa Timur, misalnya, tampilan seni Reog disandingkan dengan irama gong kebyar. Dari Nusa Tenggara Barat berusaha mengkompromikan pakaian adatnya sebagai busana dalam upacara peribadatan. Kontingen DKI Jakarta menonjolkan pakaian "ala" Jampang dan dipadu dengan khas tradisi Hindu.

Surakarta menampilkan sebuah patung Dewi Saraswati terbuat dari stereofoam setinggi lima meter. Mereka juga menyajikan replika Candi Prambanan dengan ukuran yang hampir sama.

Karnaval disaksikan ribuan orang itu. Banyak umat Hindu dari berbagai usia tak melepaskan kesempatan langka itu. Mereka melakukan pawai dari Lapangan Kottabarat menuju Balai Kota Surakarta yang berjarak sekitar empat kilometer.

"Kegiatan ini baru pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia," kata Ketua Panitia Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu Tingkat Nasional 2010 , Sunarto, mengulangi penjelasannya

Seni sakral merupakan sebuah kesenian yang dipersembahkan kepada Tuhan. "Ada beberapa seni sakral yang dilombakan," kata salah seorang panitia, I Nyoman Sukerna.

Jenis kesenian yang dilombakan meliputi tabuh atau gamelan, gegitaan atau tembang, Tari Rejang serta Tari Sidakarya. Kegiatan tersebut akan berlangsung sejak 15 Juni hingga 17 Juni 2010.

Esensi dari kegiatn ini sesungguhnya merupakan ajang mencari jatidiri bangsa yang belakangan ini makin ditinggalkan generasi mendatang, kata Ketut Lancer, Direktur Agama Hindu Kementerian Agama.


Revitalisasi

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Prof. Dr. T. Slamet Suparmo MS mengatakan, Festival Sakral Hindu Nasional pertama merupakan ajang revitalisasi budaya Indonesia.

"Budaya Indonesia yang hampir punah, kini kembali muncul ke permukaan melalui festival ini," katanya di Solo, mengomentari pelaksanaan kegiatan festival tersebut.

Slamet Suparmo mengaku bahwa festival ini amat dibutuhkan bagi bangsa Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para orang tua merasa prihatin.

"Kita benar-benar mengalami krisis. Jangan-jangan kita tak kenal budaya sendiri. Tarian tradisional bernuansa sakral lenyap," katanya, dengan nada prihatin.

Menurut Slamet Suparmo , ada baiknya kegiatan ini dijadikan kegiatan tahunan. Minimal tiga tahun sekali, dengan harapan seluruh daerah bisa memperbaiki diri tatkala hendak tampil pada festival serupa.

"Jadi, mereka ketika tampil nanti, dalam kondisi segar. Tampilan tariannya pun atraktif dan menarik," katanya penuh harap.

Terkait pemilihan tempat festival di kota Solo, ia mengatakan, hal itu disebabkan jajaran Pemda Surakarta dan masyarakat setempat memberikan dukungan penuh.

"Coba, anda lihat tatkala pesta festival dibuka. Warga sangat antusias menyaksikannya," ia menjelaskan.

Prihal pemilihan tempat festival berikutnya, ia mengatakan, Pemda Surakarta masih berkinginan agar diselenggarakan di kota Solo. Namun ia sadar bahwa daerah lain harus diberi kesempatan. Tujuannya, tak lain, agar budaya Indonesia tetap dapat dilestarikan di tengah tantangan pengaruh globalisasi.


Seniman, komunikator handal

Terkait pelaksanaan event akbar itu, Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pada dasarnya seniman juga seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat, sehingga ajaran agama membumi dan menjadi panduan praktis bagi umat manusia.

Pernyataan itu disampaikan menteri agama dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dirjen Bimas Hindu Prof Dr IBG Yudha Triguna MS pada pembukaan Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu tingkat nasional, di Solo.

Menteri menjelaskan dalam banyak aktivitas keagamaan, seniman punya peran strategis. Bahkan perannya sebagai penyuluh agama utama.

Seniman seni keagamaan disamping menguasai gerak tari, tembang, dan atribut seni sakral lainnya, ia juga sebagai penafsir ajaran agama agar senantiasa relevan dengan situasi dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

"Seniman juga seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat," katanya.

Oleh karena itu, menurut menteri, menghadapi perubahan di lingkungan sekitar yang demikian cepat, umat butuh peningkatan "human capital" melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan berkarakter.

Umat beragama, menurut dia, setiap saat harus didorong memperluas pengetahuan agama dan pengetahuan lainnya, sehingga setiap umat memahami dengan baik agamanya, mampu berkomunikasi, serta berdialog dengan umat lain dengan baik pula.

Ia mengatakan setiap insan beragama terus dipacu untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yakni pengetahuan yang mampu membuat dirinya, keluarga dan lingkungannya menjadi sejahtera.

"Pengetahuan yang benar juga berarti pengetahuan yang diperoleh secara benar," katanya.

Menag menyatakan dirinya memberi apresiasi terhadap kegiatan inspiratif dan ekspresif.

Dimensi inspiratifnya adalah kegiatan festival yang didahului dengan karnaval pada Selasa petang, yakni karnaval seni keagamaan yang menonjolkan kekayaan seni sakral keagamaan yang bersumber dari khasanah seni daerah.

Disamping inspiraif dan ekspresif, kegiatan itu melibatkan sekitar 700 seniman seni sakral keagamaan Hindu dari 10 provinsi, dan 1.000 orang lebih peserta karnaval seni keagamaan.

Ia meminta agar kegiatan ini tidak berhenti hanya pada hal-hal yang bersifat ekspresif, tetapi harus mampu memberikan pendalaman terhadap pengetahuan agama, keterampilan, dan penambahan nilai yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. (E001/K004)

Klik disini untuk melanjutkan »»

16 Juni 2010

Festival Sakral Hindu di Solo

. 16 Juni 2010
0 komentar

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Prof. Dr.
T. Slamet Suparmo MS mengatakan, Festival Sakral Hindu Nasional
pertama merupakan ajang revitalisasi budaya Indonesia.

"Budaya Indonesia yang hampir punah, kini kembali muncul ke permukaan
melalui festival ini, "katanya di Solo, mengomentari pelaksanaan
kegiatan festival tersebut.

Slamet Suparmo mengaku bahwa festival ini amat dibutuhkan bagi bangsa
Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa
melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para
orang tua merasa prihatin.

"Kita benar-benar mengalami krisis. Jangan-jangan kita tak kenal
budaya sendiri. Tarian tradisional bernuansa sakral lenyap," katanya,
dengan nada prihatin.

Menurut Slamet Suparmo , ada baiknya kegiatan ini dijadikan kegiatan
tahunan. Minimal tiga tahun sekali, dengan harapan seluruh daerah bisa
memperbaiki diri tatkala hendak tampil pada festival serupa.

"Jadi, mereka ketika tampil nanti, dalam kondisi segar. Tampilan
tariannya pun atraktif dan menarik," katanya penuh harap.

Terkait pemilihan tempat festival di kota Solo, ia mengatakan, hal itu
disebabkan jajaran Pemda Surakarta dan masyarakat setempat memberikan
dukungan penuh. "Coba, anda lihat tatkala pesta festival dibuka. Warga
sangat antusias menyaksikannya," ia menjelaskan.

Terkait pemilihan tempat festival berikutnya, ia mengatakan, Pemda
Surakarta masih berkinginan agar diselenggarakan di kota Solo. Namun
ia sadar bahwa daerah lain harus diberi kesempatan. Tujuannya, tak
lain, budaya Indonesia tetap dapat dilestarikan di tengah tantangan
pengaruh globalisasi.
http://oase.kompas.com/read/2010/06/17/03320145/Festival.Sakral.Hindu.di.Solo

Klik disini untuk melanjutkan »»

14 Juni 2010

Festival Seni Hindu Se-Nusantara di Solo

. 14 Juni 2010
0 komentar

Mulai hari ini, umat Hindu se-Indonesia mengikuti Festival Seni Sakral agama Hindu di Solo. Festival yang berlangsung antara 15 Juni 2010 sampai 17 Juni 2010 ini mempertunjukkan tari sakral peribadatan agama Hindu dari sepuluh daerah di tanah air.

Ketua panitia, Sunarto, menjelaskan bahwa selain tari sakral, sebelumnya juga akan digelar pawai karnaval yang mempertunjukkan budaya masing-masing daerah peserta festival. Sedangkan jumlah peserta festival berjumlah 501 orang dari Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat. Pawai karnaval yang mempertunjukkan budaya masing-masing daerah peserta festival.

"Sebelum pembukaan akan dilakukan karnaval yang diikuti seluruh peserta festival. Rute yang ditempuh dari Lapangan Kota Barat hingga Balaikota kira-kira menempuh jarak sekitar 4 kilometer. Pawai akan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Setelah itu pukul 19.00 WIB dilanjutkan dengan pembukaan," kata Sunarto.

Pembukaan festival akan dilakukan langsung oleh Menteri Agama Suryadharma Ali di Pendapi Gedhe Balaikota Surakarta, sedangkan seluruh acara festival hingga penutupan akan digelar di komplek Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

"Pada pembukaan acara juga akan ditampilkan tari-tarian khas berbagai daerah. Selain penampilan kesenian Bali  sebagai daerah mayoritas Hindu, juga akan ditampilkan kesenian dari Dayak Kaharingan yang merupakan warga Hindu di Kalimantan," ujar Sunarto.

Lebih lanjut, Sunarto, mengatakan festival tersebut baru pertama kali digelar. Festival ini direncanakan akan digelar tiga tahun sekali secara berpindah-pindah. Diharapkan dengan festival tersebut, komunikasi umat Hindu di tanah air akan semakin erat dan saling mengetahui kondisi di masing-masing daerah.

Sementara itu, ketua seksi festival I Nyoman Sukerna, mengatakan sejumlah seniman senior dari ISI Denpasar dan ISI Surakarta. Selain itu para juri juga diambil dari para pinandita.

http://nasional.vivanews.com/news/read/157743-festival-seni-hindu-se-nusantara-di-solo

Klik disini untuk melanjutkan »»

10 Juni 2010

Di Balik Rencana Perhelatan Festival Seni Sakral Hindu Nasional

. 10 Juni 2010
0 komentar

TIDAK sulit mencari rumah Sunarto di Jalan Parang Kusumo, Kampung Tegalrejo, Kelurahan Sondakan, Solo. Sebab, nama Sunarto tidak asing di telinga warga sekitar. Maklum, dia adalah ketua RW di permukiman yang berlokasi di belakang pusat pertokoan Purwosari tersebut.

Kesan pertama yang tertangkap saat bertemu ketua panitia Festival Seni Sakral Hindu itu, senyumnya lebar. "Mangga, silakan duduk di dalam," ujarnya sembari mengulurkan tangan tanda perkenalan.

Begitu masuk rumah, langsung tercium bau lembut wewangian. Rupanya, bau itu berasal dari dupa yang tertancap pada pura kecil di sana. Beragam tanaman jenis anthurium menambah keasrian rumah ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tersebut.

Sejenak berbasa basi, pria berambut putih itu segera bercerita tentang awal mula Solo dipercaya sebagai tuan rumah festival tersebut. Padahal, penganut Hindu di Solo sedikit. Menurut dia, gagasan itu muncul sejak 1971. Namun, karena banyaknya kendala, terutama dana, gagasan tersebut tak kunjung terwujud. "Gagasan itu kali pertama tercetus di Palembang. Namun, ide tersebut tak kunjung terealisasi karena anggarannya sangat besar," ungkap bapak lima anak itu.

Untuk menghelat festival tersebut, papar dia, panitia harus berpatokan pada desa, kala, dan patra. Desa berarti tempat, kala adalah waktu, dan patra merupakan kondisi atau biaya. Syarat desa dan kala tentu bisa ditemukan di banyak daerah. Yang jadi kendala adalah patra. "Muncul ide menghelat acara itu di Jawa Timur. Namun, daerah yang ditunjuk tidak punya anggaran untuk menyelenggarakannya," terang dia.

Akhirnya, dia bertekad memboyong festival tersebut ke Solo. Untuk itu, dia berupaya meyakinkan Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Ternyata, responsnya positif. Kementerian Agama bahkan siap membantu dengan mengucurkan anggaran.

"Di keraton, banyak juga upacara dan gelar tradisi lain yang menggunakan sesajian mirip dengan yang dilakukan oleh umat Hindu. Itulah yang membuat saya merasa bisa menyinkronkan budaya tersebut," tutur kakek 12 cucu tersebut.

Tujuan Festival Seni Sakral Hindu, lanjut dia, adalah melestarikan budaya. Menurut dia, makin sedikit orang yang peduli terhadap kebudayaan sendiri. "Justru orang asing yang melestarikan kebudayaan kita," katanya.

Festival itu, papar dia, akan dimeriahkan oleh sepuluh kontingen. Tiap kontingen beranggota 50 orang, meliputi warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

"Tema yang kami angkat adalah Dewi Saraswati. Dia sosok dewi ilmu pengetahuan. Kami ingin memberikan pesan kepada masyarakat bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan lebih beretika dan tiap langkahnya selalu mengandung estetika," ucapnya. (nan/jpnn/c11/soe)
sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=138651

Klik disini untuk melanjutkan »»

19 Mei 2010

Umat Hindu Bali Wisata Spritual ke Prasasti Tujuh Yupa, Kukar

. 19 Mei 2010
0 komentar

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Sekitar 70 umat Hindu dari Bali berkunjung ke Kutai Kartanegara (Kukar) dalam rangka perjalanan wisata spiritual ke situs bersejarah di Kecamatan Muara Kaman yang dikenal dengan prasasti tujuh Yupa, Rabu (19/5/2010).

Ida Padanda Made Gunung yang ditemui di sela ceramah di Pura Hindu Tenggarong menjelaskan, mereka yang datang merupakan murid yang berguru di salah satu sekolah informal khusus dengan mata pelajaran Hindu dan Spiritual di Bali. "Sampai saat ini yang aktif kurang  lebih 1.207 orang," ujarnya, Selasa (18/5/2010) malam.

Ida Padanda Made Gunung menjelaskan, perjalanan spiritual dalam Agama Hindu sama pentingnya dengan belajar teologi dan filsafat Agama "Karena sejarah amat penting bagi kami. Tanpa mengetahui sejarah, kita tidak punya pedoman hidup kita," katanya.

Menurut buku yang mereka baca, Kutai sangat bersejarah karena di sinilah ditemukan peninggalan sejarah Kuno. Sekitar abad IV dan V, saat itu dinasti Mulawarman, ditemukan 7 buah prasasti yang terkenal dengan Prasasti Tujuh Yupa.

"Kami diajarkan tetua kami, semenjak ada 7 Yupa di Kutai, Nusantara keluar dari jaman pra sejarah ke jaman sejarah. Karena itu murid saya pengen tahu secara langsung, bagaimana dan dimana letaknya. Jadi kami akan ke Muara Kaman. Ini boleh dikatakan wisata spriritual," katanya. (*)

Klik disini untuk melanjutkan »»

10 Mei 2010

Gubernur Harapkan Kontribusi Umat Hindu Kaharingan

. 10 Mei 2010
0 komentar

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengharapkan peranan umat Hindu Kaharingan dapat dijadikan bagian yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional dan Kalteng.

"Umat Hindu Kalteng adalah bagian penting dari komponen umat beragama di Indonesia yang mempunyai kedudukan sama dan sejajar dengan umat beragama lainnya di negara yang kita cintai ini," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Senin.

Hal tersebut dikatakan Teras pada acara pembukaan Festival Tandak Intan Kaharingan yang diikuti oleh 13 kontingen kabupaten dan kota dari seluruh Kalteng.

Secara historis kata Teras, Kaharingan merupakan keyakinan asli Suku Dayak sebelum masuknya agama lain di Kalimantan.

Dilaksanakannya kegiatan tersebut merupakan kegiatan keagamaan yang harus dijunjung tinggi sebagai perwujudan akan pemahaman dari keyakinan pemeluk agama terhadap agama yang dianut.

Khususnya di Kalteng keragaman kehidupan umat beragama sangat besar artinya dalam memupuk dan menumbuh kembangkan kesadaran jati diri bangsa yang tumbuh dan berkembang di dalam keragaman yang disatukan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Teras, arah dan tujuan festival yang dilaksanakan tersebut telah sejalan dengan pemikiran pemerintah yang dituangkan dalam bentuk arah dan tujuan pembangunan nasional dan Kalteng pada khususnya.

Pemerintah kata Teras telah berupaya untuk menciptakan situasi yang kondusif dengan melaksanakan berbagai program strategis pembangunan.

"Salah satunya yakni terwujudnya penerapan nilai-nlai agama dalam perilaku kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dengan meningkatkan kesadaran kolektif umat beragama, dengan kerukuknan hidup, solidaritas dan rasa kebersamaan antar umat beragama," katanya.

Kemudian katanya meningkatkan peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam mengatasi dampak negatif perubahan sosial.

"Namun upaya tersebut tidak dapat terlaksana tanpa partisipasi aktif dari semua komponen masyarakat," katanya dihadapan ratusan peserta fesrival.

Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Pengembangan Tandak (LPT) dan Upacara Keagamaan Umat Hindu Kaharingan (UKUK) Palangkaraya Rangkap I Nau mengatakan pembangunan suatu bangsa tidak saja pembangunan berupa fisik belaka.

"Namun pembangunan yang seimbang, serasi, selaras, lahir dan batin, jasmani dan rohani, termasuk didalamnya pembangunan agama, iman taqwa, kecerdasan spiritual untuk terbentuknya manusia yang berkarakter, berakhlak mulai, berbudi pekerti luhur sehingga memiliki harkat dan martabat," katanya.

Lembaga agama baik majelis agama Hindu Kaharingan bersama semua jenjang terus melakukan pembinaan, pelayanan yang baik kepada umat.

Sehingga umat semakin mengerti dan memahami, menghayati nilai agamanya dan dijadikan modal hidup didunia maupun diakhirat nanti, katanya menegaskan.

ANTARA

Klik disini untuk melanjutkan »»

03 Mei 2010

Menanggapi 'Baghawatgita' di Kolom Djoko Suud

. 03 Mei 2010
0 komentar

Jakarta - Saya tidak berminat untuk mengomentari opini Bapak Djoko Suud Sukahar terkait susno dan institusinya. Sebagai sebuah opini, setiap orang, termasuk Pak Djoko berhak dan sah-sah saja menulis sesuai pandangan, referensi dan motif pribadinya. Bahwa ada pihak yang setuju, percaya, atau sebaliknya, itu lain hal dan terserah masyarakat.
 
Saya hanya concern pada salah satu alinea dalam tulisan Pak Djoko yang mengutip dan menginterperatasikan Bhagavadgita (Pak Djoko menulisnya Baghawatgita), salah satu kitab yang termasuk dalam kitab Veda, kitab suci umat Hindu. Saya ingin menyampaikan keberatan saya karena Pak Djoko mengatakan Bhagavadgita sebagai "kidung mistis perangsang nafsu agar Arjuna tega membunuh Karna, kakaknya".

Bagi saya, interpretasi itu terlalu simplistis, dangkal, menyesatkan dan bahkan ngawur. Saya yakin Pak Djoko sudah membaca kitab Bhagavadgita, dan saya yakin pula bahwa Pak Djoko bisa menangkap sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih mulia dari sekedar penggambaran yang dibuat dalam kolom opini itu.
 
Bhagavadgita merupakan salah satu kitab Veda yang paling termasyhur dan paling banyak dibaca, baik oleh umat Hindu maupun masyarakat umum dari berbagai aliran/agama. Kutipan-kutipan sloka Bhagavadgita telah dimasukkan sebagai bahan pidato yang dibacakan di podium-podium sejak Mahatma Gandi, Nehru, Soekarno, Megawati dan banyak lagi pemimpin dunia. Bhagavadgita telah mengilhami jutaan manusia untuk bekerja keras, jalan karma, sebuah jalan yang disediakan Tuhan untuk menuju kepadaNYA. Sebuah jalan dari Tuhan yang maha kasih, dari Tuhan yang melampaui egoisme--IA tidak mensyaratkan ketundukan total sebagai satu-satunya syarat untuk mencapaiNYA, ia menyediakan jalan yang sesuai dengan hakikat manusia yaitu bekerja.
 
Bhagavadgita tidak mengajarkan peperangan, tapi mengajarkan jalan kerja, jalan karma, sesuai kewajiban. Bila seseorang memilih menjadi prajurit dan negara diserang, maka berperang untuk membela kebenaran adalah hal yang mulia. Tapi demikian, tidak ada dalam keseluruhan Veda, termasuk Bhagavadgita, yang mengajarkan umat manusia untuk memerangi manusia lain hanya karena perbedaan keyakinan.
 
Karena berpegang pada Bhagavadgita ini, orang Hindu di Bali tidak membakar satu-pun tempat suci umat lain ketika bom berkali-kali meluluhlantakkan bangunan dan mata pencaharian mereka. Ajaran Bhagavadgita tentang etos kerja, tentang pengendalian diri, tentang yoga inilah yang membuat umat Hindu tidak memiliki sejarah murka. Umat Hindu percaya, hanya dengan melakukan kebaikan seseorang dapat memperoleh kebaikan. Dan itu diajarkan oleh Bhagavadgita, kitab yang secara serampangan disebutkan sebagai "kidung mistis perangsang nafsu agar Arjuna tega membunuh Karna" oleh Pak Djoko Suud.
 
Saya yakin, umat Hindu hanya akan melihat tulisan Pak Djoko itu sebagai ketidaktahuan, atau paling dalam sebagai kegelapan pikiran, avidya. Tapi saya dapat membayangkan, kalau Pak Djoko menginterperetasikan kitab suci agama lain dengan cara demikian, mungkin besok akan ramai, dan mungkin sekali Pak Djoko akan disomasi, didemo, bahkan darahnya disebut-sebut siap tumpah. Saya harap, dan saya percaya sekali, kali ini tidak akan sampai demikian. Saya meyakini, kitab itu suci atau kotor bukan karena penilaian Pak Djoko, atau penilaian yang lain. Suci atau kotornya kitab itu inheren didalam dirinya, dan dicerminkan dari perilaku pengikutnya.
 
Saya berharap suatu saat saya memiliki waktu untuk bertemu dengan Pak Djoko untuk membahas lebih jauh tentang Bhagavadgita (kidung suci) ini. Karena Bhagavadgita juga mengajarkan bahwa bekerja sesuai kewajiban adalah salah satu jalan menuju Tuhan, saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan harapan semoga Pak Djoko senantiasa sehat sehingga dapat terus bekerja, produktif menulis, tentunya menulis sesuatu yag positif, dengan cara yang positif. Semoga Pak Djoko semakin bijaksana dan tercerahkan.
 
 
Shanti
 
*) I K Budiasa, Sekretaris Eksekutif Daksinapati Institute, Sekretaris Forum Alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (FA KMHDI) DKI Jakarta

http://www.detiknews.com/read/2010/05/03/094726/1349889/103/menanggapi-baghawatgita-di-kolom-djoko-suud

Klik disini untuk melanjutkan »»

28 April 2010

Umat Hindu Tengger Laksanakan Ngenteg Linggih

. 28 April 2010
0 komentar

Pasuruan - Umat Hindu suku Tengger di Gunung Bromo melaksanakan prosesi Ngenteg Linggih Pura Kerta Bumi Sari Buana Agung Dewa Putra di Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Rabu.

Duta Hindu Dharma Provinsi Jawa Timur, Joko Setiyono menjelaskan, prosesi Ngenteg Linggih adalah upacara penempatan "Sang Hyang Widi Wasa" (Tuhan YME) di pura baru yang telah selesai dibangun.

Ia menjelaskan, prosesi Ngenteg Linggih merupakan inti peresmian pura yang kemudian dijadikan sebagai hari jadi pura baru tersebut. Sehingga prosesi Ngenteg Linggih juga diteruskan dengan prosesi Piodalan atau upacara hari jadi pura.

Sedangkan Pura Kerta Bumi Sari Buana Agung Dewa Putra di Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari secara seremonial diresmikan oleh Ketua PHDI Provonsi Jawa Timur, Ketut Sudiarta.

Joko Setiyono menjelaskan, prosesi Ngenteg Linggih Pura Kerta Bumi Sari Buana Agung Dewa Putra di Desa Sedaeng berlangsung dua hari, sejak Selasa hingga Rabu ini.

Disebutkan, prosesi diawali dengan Mendak Tirta, yakni mengambil air suci dari sumber air di Gunung Widodaren yang masih dalam gugusan Gunung Bromo.

Dilanjutkan Melaspas, yakni menyusikan pura dan segala peralatan ibadat supaya bersih dari pengaruh "buta kala", sehingga tidak menggangu manusia lagi. Dan setelah pura dan peralatannnya bersih, lanjut Joko maka Sang Hyang Widi Wasa ditempatkan pada tempatnya.

Prosesi Ngenteg Linggih dilakukan dengan Tari Sidakarya, yakni tarian sakral yang hanya dilakukan saat peresmian sebuah pura. Sedankan prosesi upacara Piodalan dilakukan dengan tarian Rejang Dewa.ant

http://www.surya.co.id/2010/04/28/umat-hindu-tengger-laksanakan-ngenteg-linggih.html

Klik disini untuk melanjutkan »»

11 April 2010

Umat Hindu Bangun Pura Senilai Rp2,8 Miliar

. 11 April 2010
0 komentar

Umat Hindu di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) membangun rumah ibadah Pura dengan dana sekitar Rp2,8 miliar. Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kabupaten Mamuju, I Wayan Supatra, dalam acara rapat kerja PHDI Kabupaten Mamuju, Sabtu, menyampaikan, Umat Hindu di Kabupaten Mamuju, telah memiliki sarana ibadah berupa Pura berlokasi di Kelurahan Binanga Kota Mamuju.

Ia mengatakan, anggaran untuk pembangunan Pura yang pembangunan dilakukan secara bertahap sejak 2006 tersebut menelan dana Rp2,8 miliar, anggaran tersebut berasal dari bantuan umat Hindu dan masyarakat di wilayah itu. Selain itu, kata dia, dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju yang dianggarkan setiap tahun yang besarnya sekitar Rp50 juta melalui APBD Mamuju.

Menurut dia, Pura yang akan menjadi sarana ibadah bagi umat Hindu di Mamuju itu seluas lima hektare yang dibangun di atas bukit berdekatan dengan stadion Mamuju. Pembangunan Pura tersebut kini telah memasuki tahap penyelesaian. Ia berharap, dengan dibangunnya sarana rumah ibadah berupa Pura bagi umat Hindu di Mamuju tersebut, maka Umat Hindu di wilayah itu yang didominasi warga Bali, akan memiliki sarana ibadah yang lebih memadai. Jumlah umat Hindu di Mamuju, sesuai data PHDI Kabupaten Mamuju sekitar 3012 KK atau sekitar 12,000 jiwa dari sekitar 300 ribu penduduk Mamuju yang tersebar di 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Mamuju. (ant/roc)
http://www.kapanlagi.com/h/umat-hindu-bangun-pura-senilai-rp28-miliar.html

Klik disini untuk melanjutkan »»

25 Maret 2010

Umat Hindu DIY Kesulitan Gunakan Candi

. 25 Maret 2010
0 komentar

YOGYAKARTA, tribunkaltim.co.id  - Candi yang bertebaran di Daerah Istimewa Yogyakarta ternyata tidak bisa digunakan maksimal umat Hindu untuk beribadah. Pasalnya, ketika beribadah umat harus membayar karcis masuk candi. Tak hanya itu, jika tidak tepat waktunya, umat dilarang untuk menggunakannya.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wilayah Yogyakarta, Drs. Ida Bagus Agung, MT menyatakan kesulitan menggunakan candi untuk ibadah seharusnya tidak perlu. Menurutnya, kegelisahan Umat Hindu DIY masih dirasakan hingga kini.

"Tak hanya di Yogyakarta, umat di Jawa Timur dan Kalimantan juga merasakan kegelisahan yang sama," ungkap Ida Bagus Agung. Keluhan ini disampaikan Ketua PHDI Yogyakarta Drs. Ida Bagus Agung, MT didepan anggota DPD asal DIY yang menggelar Sosialisai DPD dengan masyarakat, tokoh agama, akademisi dan LSM di Gedung Pracimosono, Kepatihan Yogyakarta, Rabu (24/03/2010).

Menurut Ida Bagus Agung, kegelisahan umat Hindu yang harus membayar masuk candi sudah lama dirasakan sejak puluhan tahun. Selama ini sekitar 18-20 ribu umat Hindu memang menggunakan pura untuk beribadah. Ia menyebut status pura itu sama dengan candi yakni untuk beribadah.

Namun, umat masih harus membayar dan minta ijin kepada aparat yang menjaga candi. Ketika ditanyakan apakah kegelisahan ini sudah dilaporkan ke Mentri Agama Suryadarma Ali, Ketua PHDI Yogyakarta Ida Bagus Agung mengaku respon positif sudah disampaikan.

Mengutip sambutan Suryadarma Ali ketika menghadiri Upacara Tawur Kesanga di candi Prambanan(15/03/2010), Ida Bagus menyatakan saat ini pemerintah sedang merevisi Undang-Undang Peninggalan Purbakala yang ada di Indonesia. Karena itu, sekarang ini momen yang tepat untuk Umat Hindu menyampaikan saran kepada pemerintah. (kompas.com)

Klik disini untuk melanjutkan »»

22 Maret 2010

Prajurit TNI Rayakan Nyepi di Lebanon

. 22 Maret 2010
0 komentar

JAKARTA (Suara Karya) Meski jauh dari keluarga dan Tanah Air, prajurit TNI yang mendapatkan misi sebagai pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tetap merayakan Hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1932 dengan bahagia dan penuh sukacita di Adshit Al Qu-sayr Lebanon Selatan.

"Peringatan hari raya keagamaan di lingkungan Kontingen Garuda dilaksanakan sebagai bagian dari program kerja staf personel, khususnya pembinaan mental prajurit. Demikian halnya dengan peringatan Hari Raya Nyepi diselenggarakan oleh personel yang beragama Hindu," ujar Komandan Satgas Batalyon Mekanis Konga XXI1I-D/UNIF1L Letkol TNI Andi Perdana Kahar di Lebanon, seperti yang ditulis dalam surat elektroniknya kepada Suara Karya di Jakarta, Sabtu (20/3).

Prajurit TNI yang berada di dalam Satgas Batalyon Mekanis Konga XXIII-D/UNIFIL (jndobatt) merayakan Hari Raya Nyepi di Markas Indobatt, UN POSN 7-1, Adshit Al Qusayr.Hari Raya Nyepi merupakan hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sesudah Tilem Kesanga (bulan mati kesembilan) pada tanggal 1 Sasih Kedasa (sekitar pertengahan bulan Maret tahun Masehi).Di sela-sela padatnya pelaksanaan tugas operasi perdamaian, personel Indobatt yang beragama Hindu masih sempat meluangkan waktu untuk menjalankan ibadah."Perayaan dan ibadah sangat dibutuhkan prajurit karena akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga memiliki landasan kuat sebagai prajurit yang bermoral," ujar Andi.

Berangkat dari tujuan itu, tutur dia, perayaan Hari Raya Nyepi tahun ini dilaksanakan dengan beberapa rangkaian kegiatan.Acara persembahyang-an bersama bertempat di Ruang Yudha Kompi Mekanis E, dilanjutkan kegiatan Catur Brata penye-pian dengan empat kegiatan yang wajib dilaksanakan dan diindahkan pada saat Hari Raya Nyepi antara lain Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak melakukan aktivitas/ kerja), Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang) dan Amati Lelungan (tidak bepergian). (Fbr SUntuii)

Klik disini untuk melanjutkan »»

02 Maret 2010

Menpan: Kebutuhan Bali Akan Guru Agama Hindu Segera Ajukan ke Depag

. 02 Maret 2010
0 komentar

Denpasar – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, EE Mangindaan, merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk segera mengusulkan kebutuhan guru Agama Hindu melalui Departemen Agama. Adapun rekomendasi ini disampaikan menanggapi permintaan guru Agama Hindu di Bali yang cukup banyak.

Menurut EE Mangindaan, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi baru dapat menentukan jumlah kuota formasi pengangkatan guru agama untuk daerah apabila ada usulan dari Departemen Agama. Hal ini sesuai dengan aturan birokrasi yang telah ditetapkan.

"kalau mengenai guru itu melalui diknas, tetapi kalau masalah guru agama silakan melalui departemen agama, kita punya tim disana dari departemen agama." tegas EE Mangindaan.

Sebelumnya Pemprov Bali telah beberapa kali mengusulkan kuota pengangkatan guru Agama Hindu di Bali. Usulan tersebut telah disampaikan sejak masa pemerintahan Gubernur Dewa Made Berata. Berdasarkan data Pemprov Bali, Bali memerlukan sekitar 9000 guru agama untuk sekolah SD hingga SMU.(Mul) [selebzone.com]

Klik disini untuk melanjutkan »»

01 Maret 2010

Jumlah Guru Agama Hindu di Bali Masih Minim

. 01 Maret 2010
0 komentar

DENPASAR--MI: Provinsi Bali masih kekurangan 9 ribu guru agama Hindu untuk semua jenjang pendidikan, mulai SD, SMP sampai SMA/SMK. Kondisi yang sudah lama berlangsung ini disebabkan minimnya formasi pengangkatan guru Hindu oleh pemerintah pusat.

Minimnya jumlah guru agama Hindu tersebut sejumlah sekolah terpaksa memanfaatkan guru mata pelajaran lain untuk mengajarkan pelajaran agama Hindu. Ketua Komisi IV DPRD Bali, Ketut Karyasa Adnyana mengkhawatirkan bila kondisi ini berlangsung terus pemahaman di kalangan pelajar dan generasi muda Hindu akan sangat minim tentang agama Hindu.

Untuk itu pemerintah Provinsi Bali didesak segera mencarikan jalan keluar termasuk memperjuangkannya ke pemerintah pusat. "Kalau kondisi ini dibiarkan berkepanjangan, dikhawatirkan pengajaran pendidikan agama Hindu  di sekolah-sekolah tidak akan bisa berjalan seperti yang diharapkan," tandas Karyasa Adnyana, Senin (1/3).

Selama ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali maupun Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali sudah berusaha maksimal dengan memperjuangkan berulang kali ke pemerintah pusat namun belum ada realisasinya. Karyasa juga mempertanyakan terkatung-katungnya penerbitan Peraturan Menteri Agama yang mengatur teknis pengelolaan dan operasional sekolah berbasis Hindu. Padahal Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pendidikan agama dan keagamaan sudah terbit tiga tahun silam yakni PP No 55 Tahun 2007.

Belum terbitnya Peraturan Menteri Agama ini mengakibatkan pendirian sekolah formal berbasis Hindu di Bali terganjal. (RS/OL-06)

Klik disini untuk melanjutkan »»

28 Februari 2010

Umat Hindu SeYogyakarta Gelar Upacara Melasti

. 28 Februari 2010
0 komentar

Metrotvnews.com, Yogyakarta: Sekitar 1.000 umat Hindu seYogyakarta mengelar upacara melasti atau labuhan suci di Pura Segara Wukir, Pantai Ngobaran, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Ahad (27/2). Upacara ini merupakan rangkaian Hari Raya Nyepi yang jatuh pada 16 Maret mendatang.

Upacara diawali kirab sajen dan gunungan ke Pura Segara Wukir.  Sesajen dan gunungan diletakkan di dalam pura sebagai uba rambe atau persembahan. Sajen lalu dilarungkan ke laut dan gunungan dibiarkan diperebutkan warga. Gunungan itu berisi bermacam makanan. Inilah puncak acara yang disebut Gerebeg Nyepi.

Upacara Melasti menyimbolkan dibuangnya enam sifat buruk yang melekat pada manusia, yakni kama atau nafsu biologis, rakus, kemarahan, madha atau mabuk, kebingungan, dan iri hati. Pelaksanaan Melasti tahun ini terasa istimewa karena bertepatan dengan jatuhnya Banyu Pinaruh atau mansucikan diri setelah Hari Saraswati. Umat Hindu menganggap ini sebagai momen langka.(Ant/****)

Klik disini untuk melanjutkan »»

14 Januari 2010

Ribuan Umat "Jagra" di Pura Besakih

. 14 Januari 2010
0 komentar

Ribuan umat Hindu Bali melakukan "Jagra" yakni tidak tidur, tidak makan dan minum di Pura Besakih, tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata, sejak Kamis (14/1 hingga Jumat (15/1) pagi.

Melekan semalam suntuk itu berkaitan dengan perayaan Hari Suci Siwaratri, yakni pemujaan Siwa untuk perenungan dosa, yang dipusatkan di Pura Besakih di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, 85 kilometer timur Denpasar.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersama Sekretaris Daerah Nyoman Yasa dan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), berbaur dengan umat mengikuti serangkaian kegiatan ritual tersebut, walau cuaca diselimuti mendung dan hujan atau gerimis.

Kepala Biro Kesra Pemprov Bali I Gusti Putu Yudi Arnawa SH yang didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol I Putu Suardhika, SH, MM mengakui, sejak sore umat Hindu terus berdatangan ke pura yang berdiri kokoh di kaki Gunung Agung itu.

Mereka secara sahdu mengikuti rangkaian kegiatan ritual, meliputi tiga kali persembahyangan bersama dalam semalam yang dipimpin sembilan "sulinggih" atau pendeta Hindu.

Persembahyangan pertama berlangsung pada pukul 19:00 Wita, kedua pukul 00:00 Wita dan persembahyangan ketiga Jumat (15/1) pukul 05:00 waktu setempat.

Hari Siwaratri dirayakan setiap 420 hari sekali, yakni bertepatan dengan hari ke-14 dari saat purnama pada bulan ketujuh kalender Bali (patuh gelap bulan ketujuh/panglong ping 14 sasih kepitu).

Umat Hindu di Bali memiliki pemahaman dan keyakinan bahwa hari tersebut mengandung makna yang sangat mendalam dalam memburu kebaikan atau dharma.

Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Drs I Ketut Sumadi M.Par berharap, melalui perayaan Siwaratri umat Hindu dapat melakukan introspeksi diri.

Umat mencari penyebab dan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi dengan menerapkan konsep "Karma Marga", yakni kerja keras dan penuh inovasi.

Aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual tersebut dapat mengendalikan diri dan hidup hemat dalam memenuhi keinginan kehidupan sehari-hari.

"Jika keinginan tidak dapat dikendalikan, maka kehidupan menjadi boros. Hal itu karena umat memburu yang tidak menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan," jelas Ketut Sumadi.

Perayaan Hari Siwaratri umumnya berlangsung di setiap pura yang ada di masing-masing desa adat di Bali.

Kegiatan ritual tersebut sekaligus bermakna mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa, agar bangsa dan negara Indonesia mampu mengatasi akibat krisis global serta terhindar dari bencana alam dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, tutur Ketut Sumadi. - kompas.com

Klik disini untuk melanjutkan »»

11 Januari 2010

Ritual Perenungan Dosa Dipusatkan di Pura Besakih

. 11 Januari 2010
0 komentar

Kegiatan ritual terkait dengan hari Siwaratri, yakni hari perenungan dosa, dipusatkan di Pura Besakih, tempat suci umat Hindu terbesar di Bali, pada 14-15 Januari 2010.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersama para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) akan berbaur dengan masyarakat mengikuti rangkaian hari Siwaratri, Kata Kepala Biro Kesra Pemprov Bali I Gusti Putu Yudi Arnawa SH di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan, salah satu hari suci umat Hindu itu bermakna untuk melakukan introspeksi diri melalui "Jagra" atau tidak melakukan makan dan minum apapun selama 36 jam.

Selain tidak makan dan minum, selama dua siang dan satu malam tersebut umat juga tidak tidur dan tidak bicara.

Yudi Arnawa menjelaskan, rangkaian kegiatan ritual tersebut melibatkan 36 sulinggih (pendeta) utusan dari delapan kabupaten dan satu kota di bali.

Selama pelaksanaan Hari Siwaratri itu, umat Hindu akan melaksanakan tiga kali persembahyangan di pelataran Pura Agung Besakih, Kabupaten Karangasem, 90 km timur Denpasar.

Persembahyangan pertama yang dipimpin para pendeta berlangsung pada Kamis (14/1) pukul 19.00 Wita, kedua pukul 00.00 Wita dan persembahyangan ketiga Jumat (15/1) pukul 05.00 Wita.

Hari Siwaratri itu jatuh setiap 420 hari sekali, yakni bertepatan dengan hari ke-14 dari saat purnama pada bulan ketujuh kalender Bali (patuh gelap bulan ketujuh/panglong ping 14 sasih kepitu).

Umat Hindu Bali memiliki pemahaman dan keyakinan bahwa hari tersebut mengandung makna yang sangat mendalam dalam memburu kebaikan atau dharma.

Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Drs I Ketut Sumadi M.Par dalam kesempatan terpisah berharap, melalui perayaan Siwaratri umat Hindu dapat melakukan instrospeksi diri, mencari penyebab dan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi dengan menerapkan konsep "Karma Marga", yakni kerja keras dan penuh inovasi.

Aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual tersebut dapat mengendalikan diri dan hidup hemat memenuhi keinginan dalam kehidupan sehari-hari.

"Jika keinginan tidak dapat dikendalikan, maka kehidupan menjadi boros. Hal itu karena umat memburu yang tidak menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan," ujar Ketut Sumadi.

Perayaan Hari Siwaratri umumnya akan berlangsung di setiap pura yang ada di masing-masing desa adat di Bali.

Kegiatan ritual tersebut sekaligus bermakna mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa, agar bangsa dan negara Indonesia mampu mengatasi akibat krisis global serta terhindar dari bencana alam dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Hal lain yang tidak kalah penting bermakna memberikan pengetahuan kepada umat manusia agar menyadari bahwa dalam dirinya selalu ada "pertarungan" antara Dewi Sampad (sifat baik) dengan Asuri Sampad (sifat buruk).

Oleh sebab itu, sebaik-baiknya tingkah laku dan perbuatan manusia pasti pernah melakukan dosa (kesalahan) dalam kehidupannya. Demikian pula sejelek-jeleknya manusia pasti pernah berbuat yang baik (benar).

Menyadari hal itu, melalui perayaan Siwaratri dimaksudkan mampu memberikan motivasi kepada setiap umat Hindu, agar sadar dan berusaha maksimal menghindari perbuatan dosa serta memperbanyak perbuatan dharma (kebaikan), harap Ketut Sumadi.(*)
http://www.antaranews.com

Klik disini untuk melanjutkan »»

08 Januari 2010

Renungan: Berhenti Menyusahkan Sesama

. 08 Januari 2010
0 komentar

Swaktu kita masih dirahim ibu kita telah mnyusahkan banyak orang,swaktu dilahirkan kita mnyusahkan lebih oranglagi,swaktu branjak dewasa kita mulai mnyusahkan lebihbanyak org lagi&pd usia senja n tua trnyata kita sangat menyusahkan orang2lain.KAPAN kita akan brhenti saling menyusahkan sesama kita?*SG*

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com