19 Mei 2010

Umat Hindu Bali Wisata Spritual ke Prasasti Tujuh Yupa, Kukar

. 19 Mei 2010
0 komentar

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Sekitar 70 umat Hindu dari Bali berkunjung ke Kutai Kartanegara (Kukar) dalam rangka perjalanan wisata spiritual ke situs bersejarah di Kecamatan Muara Kaman yang dikenal dengan prasasti tujuh Yupa, Rabu (19/5/2010).

Ida Padanda Made Gunung yang ditemui di sela ceramah di Pura Hindu Tenggarong menjelaskan, mereka yang datang merupakan murid yang berguru di salah satu sekolah informal khusus dengan mata pelajaran Hindu dan Spiritual di Bali. "Sampai saat ini yang aktif kurang  lebih 1.207 orang," ujarnya, Selasa (18/5/2010) malam.

Ida Padanda Made Gunung menjelaskan, perjalanan spiritual dalam Agama Hindu sama pentingnya dengan belajar teologi dan filsafat Agama "Karena sejarah amat penting bagi kami. Tanpa mengetahui sejarah, kita tidak punya pedoman hidup kita," katanya.

Menurut buku yang mereka baca, Kutai sangat bersejarah karena di sinilah ditemukan peninggalan sejarah Kuno. Sekitar abad IV dan V, saat itu dinasti Mulawarman, ditemukan 7 buah prasasti yang terkenal dengan Prasasti Tujuh Yupa.

"Kami diajarkan tetua kami, semenjak ada 7 Yupa di Kutai, Nusantara keluar dari jaman pra sejarah ke jaman sejarah. Karena itu murid saya pengen tahu secara langsung, bagaimana dan dimana letaknya. Jadi kami akan ke Muara Kaman. Ini boleh dikatakan wisata spriritual," katanya. (*)

Klik disini untuk melanjutkan »»

10 Mei 2010

Gubernur Harapkan Kontribusi Umat Hindu Kaharingan

. 10 Mei 2010
0 komentar

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengharapkan peranan umat Hindu Kaharingan dapat dijadikan bagian yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional dan Kalteng.

"Umat Hindu Kalteng adalah bagian penting dari komponen umat beragama di Indonesia yang mempunyai kedudukan sama dan sejajar dengan umat beragama lainnya di negara yang kita cintai ini," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Senin.

Hal tersebut dikatakan Teras pada acara pembukaan Festival Tandak Intan Kaharingan yang diikuti oleh 13 kontingen kabupaten dan kota dari seluruh Kalteng.

Secara historis kata Teras, Kaharingan merupakan keyakinan asli Suku Dayak sebelum masuknya agama lain di Kalimantan.

Dilaksanakannya kegiatan tersebut merupakan kegiatan keagamaan yang harus dijunjung tinggi sebagai perwujudan akan pemahaman dari keyakinan pemeluk agama terhadap agama yang dianut.

Khususnya di Kalteng keragaman kehidupan umat beragama sangat besar artinya dalam memupuk dan menumbuh kembangkan kesadaran jati diri bangsa yang tumbuh dan berkembang di dalam keragaman yang disatukan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Teras, arah dan tujuan festival yang dilaksanakan tersebut telah sejalan dengan pemikiran pemerintah yang dituangkan dalam bentuk arah dan tujuan pembangunan nasional dan Kalteng pada khususnya.

Pemerintah kata Teras telah berupaya untuk menciptakan situasi yang kondusif dengan melaksanakan berbagai program strategis pembangunan.

"Salah satunya yakni terwujudnya penerapan nilai-nlai agama dalam perilaku kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dengan meningkatkan kesadaran kolektif umat beragama, dengan kerukuknan hidup, solidaritas dan rasa kebersamaan antar umat beragama," katanya.

Kemudian katanya meningkatkan peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam mengatasi dampak negatif perubahan sosial.

"Namun upaya tersebut tidak dapat terlaksana tanpa partisipasi aktif dari semua komponen masyarakat," katanya dihadapan ratusan peserta fesrival.

Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Pengembangan Tandak (LPT) dan Upacara Keagamaan Umat Hindu Kaharingan (UKUK) Palangkaraya Rangkap I Nau mengatakan pembangunan suatu bangsa tidak saja pembangunan berupa fisik belaka.

"Namun pembangunan yang seimbang, serasi, selaras, lahir dan batin, jasmani dan rohani, termasuk didalamnya pembangunan agama, iman taqwa, kecerdasan spiritual untuk terbentuknya manusia yang berkarakter, berakhlak mulai, berbudi pekerti luhur sehingga memiliki harkat dan martabat," katanya.

Lembaga agama baik majelis agama Hindu Kaharingan bersama semua jenjang terus melakukan pembinaan, pelayanan yang baik kepada umat.

Sehingga umat semakin mengerti dan memahami, menghayati nilai agamanya dan dijadikan modal hidup didunia maupun diakhirat nanti, katanya menegaskan.

ANTARA

Klik disini untuk melanjutkan »»

03 Mei 2010

Menanggapi 'Baghawatgita' di Kolom Djoko Suud

. 03 Mei 2010
0 komentar

Jakarta - Saya tidak berminat untuk mengomentari opini Bapak Djoko Suud Sukahar terkait susno dan institusinya. Sebagai sebuah opini, setiap orang, termasuk Pak Djoko berhak dan sah-sah saja menulis sesuai pandangan, referensi dan motif pribadinya. Bahwa ada pihak yang setuju, percaya, atau sebaliknya, itu lain hal dan terserah masyarakat.
 
Saya hanya concern pada salah satu alinea dalam tulisan Pak Djoko yang mengutip dan menginterperatasikan Bhagavadgita (Pak Djoko menulisnya Baghawatgita), salah satu kitab yang termasuk dalam kitab Veda, kitab suci umat Hindu. Saya ingin menyampaikan keberatan saya karena Pak Djoko mengatakan Bhagavadgita sebagai "kidung mistis perangsang nafsu agar Arjuna tega membunuh Karna, kakaknya".

Bagi saya, interpretasi itu terlalu simplistis, dangkal, menyesatkan dan bahkan ngawur. Saya yakin Pak Djoko sudah membaca kitab Bhagavadgita, dan saya yakin pula bahwa Pak Djoko bisa menangkap sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih mulia dari sekedar penggambaran yang dibuat dalam kolom opini itu.
 
Bhagavadgita merupakan salah satu kitab Veda yang paling termasyhur dan paling banyak dibaca, baik oleh umat Hindu maupun masyarakat umum dari berbagai aliran/agama. Kutipan-kutipan sloka Bhagavadgita telah dimasukkan sebagai bahan pidato yang dibacakan di podium-podium sejak Mahatma Gandi, Nehru, Soekarno, Megawati dan banyak lagi pemimpin dunia. Bhagavadgita telah mengilhami jutaan manusia untuk bekerja keras, jalan karma, sebuah jalan yang disediakan Tuhan untuk menuju kepadaNYA. Sebuah jalan dari Tuhan yang maha kasih, dari Tuhan yang melampaui egoisme--IA tidak mensyaratkan ketundukan total sebagai satu-satunya syarat untuk mencapaiNYA, ia menyediakan jalan yang sesuai dengan hakikat manusia yaitu bekerja.
 
Bhagavadgita tidak mengajarkan peperangan, tapi mengajarkan jalan kerja, jalan karma, sesuai kewajiban. Bila seseorang memilih menjadi prajurit dan negara diserang, maka berperang untuk membela kebenaran adalah hal yang mulia. Tapi demikian, tidak ada dalam keseluruhan Veda, termasuk Bhagavadgita, yang mengajarkan umat manusia untuk memerangi manusia lain hanya karena perbedaan keyakinan.
 
Karena berpegang pada Bhagavadgita ini, orang Hindu di Bali tidak membakar satu-pun tempat suci umat lain ketika bom berkali-kali meluluhlantakkan bangunan dan mata pencaharian mereka. Ajaran Bhagavadgita tentang etos kerja, tentang pengendalian diri, tentang yoga inilah yang membuat umat Hindu tidak memiliki sejarah murka. Umat Hindu percaya, hanya dengan melakukan kebaikan seseorang dapat memperoleh kebaikan. Dan itu diajarkan oleh Bhagavadgita, kitab yang secara serampangan disebutkan sebagai "kidung mistis perangsang nafsu agar Arjuna tega membunuh Karna" oleh Pak Djoko Suud.
 
Saya yakin, umat Hindu hanya akan melihat tulisan Pak Djoko itu sebagai ketidaktahuan, atau paling dalam sebagai kegelapan pikiran, avidya. Tapi saya dapat membayangkan, kalau Pak Djoko menginterperetasikan kitab suci agama lain dengan cara demikian, mungkin besok akan ramai, dan mungkin sekali Pak Djoko akan disomasi, didemo, bahkan darahnya disebut-sebut siap tumpah. Saya harap, dan saya percaya sekali, kali ini tidak akan sampai demikian. Saya meyakini, kitab itu suci atau kotor bukan karena penilaian Pak Djoko, atau penilaian yang lain. Suci atau kotornya kitab itu inheren didalam dirinya, dan dicerminkan dari perilaku pengikutnya.
 
Saya berharap suatu saat saya memiliki waktu untuk bertemu dengan Pak Djoko untuk membahas lebih jauh tentang Bhagavadgita (kidung suci) ini. Karena Bhagavadgita juga mengajarkan bahwa bekerja sesuai kewajiban adalah salah satu jalan menuju Tuhan, saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan harapan semoga Pak Djoko senantiasa sehat sehingga dapat terus bekerja, produktif menulis, tentunya menulis sesuatu yag positif, dengan cara yang positif. Semoga Pak Djoko semakin bijaksana dan tercerahkan.
 
 
Shanti
 
*) I K Budiasa, Sekretaris Eksekutif Daksinapati Institute, Sekretaris Forum Alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (FA KMHDI) DKI Jakarta

http://www.detiknews.com/read/2010/05/03/094726/1349889/103/menanggapi-baghawatgita-di-kolom-djoko-suud

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com