25 Juni 2010

Rayakan Piodalan, Ribuan Umat Hindu Banjiri Pura Mandara Giri

. 25 Juni 2010
0 komentar

TEMPO Interaktif, Lumajang - Ribuan umat Hindu dari seluruh penjuru nusantara diperkirakan bakal membanjiri peringatan piodalan atau hari ulang tahun Pura Mandara Giri Semeru Agung.

Pura itu berada di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Peringatan dilakukan sepanjang Sabtu (26/6) besok hingga Rabu (7/7) mendatang. Selama lebih dari seminggu, umat Hindu yang sebagian besar dari Bali akan silih berganti datang untuk melakukan persembahyangan.

Ketua Parisade Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Lumajang Edi Sumianta dihubungi siang ini (25/6) mengatakan, kalau piodalan ini merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang diselenggarakan di Pura Mandara Giri Semeru Agung.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Hindu yang sebagian besar berasal dari luar Kabupaten Lumajang akan membanjiri pura yang berada dekat lereng Gunung Semeru ini. Piodalan ini berlangsung selama seminggu lebih mulai Sabtu (26/6) hingga Rabu (7/7) mendatang.

Piodalan ini juga untuk memperingati mulainya pemakaian bangunan Pura pertama kalinya dengan kalender yang dipakai perhitungan bulan atau sasih dalam agama Hindu seperti istilah kasa (Bulan) satu, Karo ( bulan ) dua dan seterusnya sampai pada kasanga ( bulan ) 9 kadasa ( bulan ) 10. Upacara Piodalan dimulai pada tahun 1992 yakni pada tahun pura ini didirikan.

Peringatan Piodalan ini juga akan dimeriahkan dengan pagelaran seni tari. "Ada pagelaran Tari Godril dan Tari Glipang. Selain itu, ada juga campursari," kata Kepala Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Lumajang, Hendro Iswahyudi.

Klik disini untuk melanjutkan »»

23 Juni 2010

Petani di Wonosobo Temukan Arca Hindu Kuno

. 23 Juni 2010
0 komentar

Metrotvnews.com, Wonosobo: Sejumlah arca yang diperkirakan peninggalan zaman Hindu kuno ditemukan para petani di areal persawahan di Desa Wonolelo, Wonosobo, Jawa Tengah. Diperkirakan masih banyak lagi arca di sekitar lokasi penemuan masih terpendam tanah.

Sejumlah arca dan lingga ini pertama kali ditemukan seorang petani setempat bernama Kaswandi. Barang yang diduga merupakan situs peninggalan kerajaan hindu tersebut ditemukan di bawah pematang sawah saat sedang mencangkul. Dalam waktu sebulan, berawal dari penemuan lingga, petani kembali menemukan sejumlah arca lain serta bagian stupa. Sejumlah barang yang mirip bagian candi tersebut selanjutnya dikumpulkan dan dilaporkan ke perangkat desa.

Sementara itu Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo Edi Riyanto mengatakan, dilihat dari beberapa temuan ada dugaan arca dan lingga tersebut mirip situs kerajaan Hindu. Untuk sementara pihaknya akan melaporkan temuan ke Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah.

Di kawasan tersebut diperkirakan masih banyak arca atau batu-batu candi, warga berharap dinas pariwisata dan dinas purbakala segera menyelamatkan batu-batu candi tersebut. Untuk menghindari pencurian dan penggalian secara ilegal, kawasan tersebut kini dalam pengawasan aparat pemerintahan setempat.(Kiswantoro/RIZ)

Klik disini untuk melanjutkan »»

18 Juni 2010

DKI Jakarta Juara Festival Seni Sakral

. 18 Juni 2010
1 komentar

SOLO, KOMPAS.com--Kontingen DKI Jakarta menjuarai Festival Seni Sakral Hindu Pertama, di Surakarta, 15-17 Juni 2010.

Kontingen DKI Jakarta sebagai juara pertama meraih nilai 347,8, diikuti juara kedua dan ketiga masing-masing Kontingen Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan nilai 332,22, dan Banteng 322,34.

Festival yang berakhir pada Kamis, diikuti sepuluh kontingen, dan setiap kontingen beranggotakan 50 orang yang terdiri warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

Pada acara penutupan festival di Pendopo Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, diumumkan pula para juara harapan.

Juara harapan pertama Kontingen Daerah Istimewa Yogyakarta (nilai 321,96), dan juara harapan kedua dan ketiga adalah Jawa Tengah (320,28), dan Jawa Timur (317).

Dirjen Bimas Hindu IBG Yudha Triguna mengatakan dalam festival ini terjadi beberapa kejutan. Pertama, kejutan karena respon masyarakat Surakarta yang demikian tinggi saat berlangsung karnaval.

Kejutan kedua, menurut dia, pihaknya tidak menduga ada beberapa kontingen yang persiapannya sangat singkat, tetapi mampu menunjukkan kebolehannya dalam festival tersebut.

"Ada kontingen yang persiapannya hanya sepekan, tetapi bisa berprestasi. Padahal, untuk ikut kegiatan ini idealnya butuh waktu persiapan tiga bulan," katanya.

Ia merasa malu bahwa dukungan pemerintah dalam kegiatan ini masih terlalu kecil, khususnya dalam segi pendanaan. Pemerintah belum mampu memberi bantuan untuk membeli konstum baru.

"Ini merupakan dukungan masyarakat dan masing-masing pemerintah daerah sangat tinggi," katanya.

Tri Guna mengatakan, usai kegiatan ini banyak pihak yang meminta agar festival itu diselenggarakan dua tahun sekali. "Bahkan ada yang meminta setahun sekali," katanya.

Menurut dia, keinginan tersebut merupakan modal semangat yang harus dipelihara untuk membina umat.

Usai menutup festival ini, Dirjen Bimas Hindu menyerahkan barong kepada Rektor ISI Surakarta Prof Dr T Slamet Suparmo MS sebagai tanda agar seni sakral tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan para generasi muda, khususnya mahasiswa.

Festival Seni Sakral Hindu untuk yang pertama kalinya digelar di Solo itu, bertujuan mempererat komunikasi antarumat Hindu di seluruh tanah air.

Selama festival berlangsung, 15-17 Juni 2010, selain menampilkan tari sakral agama Hindu dari sepuluh daerah di tanah air, juga digelar karnaval yang mempertontonkan kebudayaan daerah dari masing-masing peserta.

Sekitar 500 peserta berpartisipasi dalam festival spektakuler ini. Mereka dari Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Rencananya festival ini akan diadakan setiap tiga tahun sekali, dengan lokasi berpindah-pindah.

Klik disini untuk melanjutkan »»

17 Juni 2010

Festival Seni Sakral Hindu Dan Revitalisasi Budaya

. 17 Juni 2010
0 komentar

Solo (ANTARA News) - "Makin sedikit orang yang peduli terhadap kebudayaan sendiri. Justru orang asing yang melestarikan kebudayaan kita," ucap Ketua Festival Seni Sakral Hindu, Sunarto, di Solo.

Festival Seni Sakral agama Hindu untuk pertama kalinya digelar di Solo, Jawa Tengah. Tujuannya, mempererat komunikasi antar umat Hindu di seluruh tanah air.
Pelaksanaannya dimulai pada 15-17 Juni 2010, selain mempertunjukkan tari sakral agama Hindu yang berasal dari sepuluh daerah di tanah air, juga digelar karnaval yang mempertontonkan kebudayaan daerah dari masing-masing peserta.

Sekitar 500 peserta berpartisipasi dalam festival spektakuler ini. Peserta sebanyak itu berasal dari daerah Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Rencananya festival ini akan diadakan setiap tiga tahun sekali, dengan lokasi acara yang berbeda-beda..

Festival itu dimeriahkan oleh sepuluh kontingen. Tiap kontingen beranggota 50 orang, meliputi warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

"Tema yang kami angkat adalah Dewi Saraswati. Dia sosok dewi ilmu pengetahuan. Kami ingin memberikan pesan kepada masyarakat bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan lebih beretika dan tiap langkahnya selalu mengandung estetika," ucapnya.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Hindu, IBG. Yudha Triguna menyebutkan alasan festival tersebut digelar di Solo karena keamanan dan kenyamanan.

Selain itu, Solo dinilai memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan kota lain. Solo juga terbiasa menggelar event bersekala nasional dan internasional yang berkaitan dengan seni, kata Triguna dengan suara haru.

Ia mengtakan, tidak memilih Bali untuk tempat penyelenggaraan festival itu. Alasannya, karena di Bali baru digelar Festival Bali. "Sehingga kami memilih Solo sebagai tempat untuk menggelar Festival Sakral Agama Hindu tersebut," ia menjelaskan.


Meriah

Sementara itu pada acara karnaval, sebagai tanda pembuka kegiatan Festival Seni Sakral Keagaan Hindu Tingkat Nasional pertama 2010 di Surakarta, berlangsung meriah.

Tatkala barisan karnaval lewat, jalan protokol di Surakarta bagai di Pulau Dewata. Saat itu, memang, umat Hindu dari berbagai provinsi ikut ambil bagian dalam kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan itu.

Gamelan dimainkan para penabuh dengan suara menghentak. Sementara suara gong menyentak telinga hadirin dengan suara keras. Kadang tiba-tiba suara tetabuhan meredup. Penabuh memukul gamelan dengan pukulan sekuat tenaga. Mendadak sontak, suara sahdu mendominasi suasana.

Suara lonceng yang dibawa oleh para Pindandita menggema. Atmosfir Pulau Bali terasa makin kuat. Belum lagi asap dupa dan wewangian menyengat hidung Seluruh kontingen membawakan seni tradisi daerah yang dipadukan dengan seni sakral Agama Hindu.

Provinsi Jawa Timur, misalnya, tampilan seni Reog disandingkan dengan irama gong kebyar. Dari Nusa Tenggara Barat berusaha mengkompromikan pakaian adatnya sebagai busana dalam upacara peribadatan. Kontingen DKI Jakarta menonjolkan pakaian "ala" Jampang dan dipadu dengan khas tradisi Hindu.

Surakarta menampilkan sebuah patung Dewi Saraswati terbuat dari stereofoam setinggi lima meter. Mereka juga menyajikan replika Candi Prambanan dengan ukuran yang hampir sama.

Karnaval disaksikan ribuan orang itu. Banyak umat Hindu dari berbagai usia tak melepaskan kesempatan langka itu. Mereka melakukan pawai dari Lapangan Kottabarat menuju Balai Kota Surakarta yang berjarak sekitar empat kilometer.

"Kegiatan ini baru pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia," kata Ketua Panitia Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu Tingkat Nasional 2010 , Sunarto, mengulangi penjelasannya

Seni sakral merupakan sebuah kesenian yang dipersembahkan kepada Tuhan. "Ada beberapa seni sakral yang dilombakan," kata salah seorang panitia, I Nyoman Sukerna.

Jenis kesenian yang dilombakan meliputi tabuh atau gamelan, gegitaan atau tembang, Tari Rejang serta Tari Sidakarya. Kegiatan tersebut akan berlangsung sejak 15 Juni hingga 17 Juni 2010.

Esensi dari kegiatn ini sesungguhnya merupakan ajang mencari jatidiri bangsa yang belakangan ini makin ditinggalkan generasi mendatang, kata Ketut Lancer, Direktur Agama Hindu Kementerian Agama.


Revitalisasi

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Prof. Dr. T. Slamet Suparmo MS mengatakan, Festival Sakral Hindu Nasional pertama merupakan ajang revitalisasi budaya Indonesia.

"Budaya Indonesia yang hampir punah, kini kembali muncul ke permukaan melalui festival ini," katanya di Solo, mengomentari pelaksanaan kegiatan festival tersebut.

Slamet Suparmo mengaku bahwa festival ini amat dibutuhkan bagi bangsa Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para orang tua merasa prihatin.

"Kita benar-benar mengalami krisis. Jangan-jangan kita tak kenal budaya sendiri. Tarian tradisional bernuansa sakral lenyap," katanya, dengan nada prihatin.

Menurut Slamet Suparmo , ada baiknya kegiatan ini dijadikan kegiatan tahunan. Minimal tiga tahun sekali, dengan harapan seluruh daerah bisa memperbaiki diri tatkala hendak tampil pada festival serupa.

"Jadi, mereka ketika tampil nanti, dalam kondisi segar. Tampilan tariannya pun atraktif dan menarik," katanya penuh harap.

Terkait pemilihan tempat festival di kota Solo, ia mengatakan, hal itu disebabkan jajaran Pemda Surakarta dan masyarakat setempat memberikan dukungan penuh.

"Coba, anda lihat tatkala pesta festival dibuka. Warga sangat antusias menyaksikannya," ia menjelaskan.

Prihal pemilihan tempat festival berikutnya, ia mengatakan, Pemda Surakarta masih berkinginan agar diselenggarakan di kota Solo. Namun ia sadar bahwa daerah lain harus diberi kesempatan. Tujuannya, tak lain, agar budaya Indonesia tetap dapat dilestarikan di tengah tantangan pengaruh globalisasi.


Seniman, komunikator handal

Terkait pelaksanaan event akbar itu, Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pada dasarnya seniman juga seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat, sehingga ajaran agama membumi dan menjadi panduan praktis bagi umat manusia.

Pernyataan itu disampaikan menteri agama dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dirjen Bimas Hindu Prof Dr IBG Yudha Triguna MS pada pembukaan Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu tingkat nasional, di Solo.

Menteri menjelaskan dalam banyak aktivitas keagamaan, seniman punya peran strategis. Bahkan perannya sebagai penyuluh agama utama.

Seniman seni keagamaan disamping menguasai gerak tari, tembang, dan atribut seni sakral lainnya, ia juga sebagai penafsir ajaran agama agar senantiasa relevan dengan situasi dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

"Seniman juga seorang komunikator yang handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat," katanya.

Oleh karena itu, menurut menteri, menghadapi perubahan di lingkungan sekitar yang demikian cepat, umat butuh peningkatan "human capital" melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan berkarakter.

Umat beragama, menurut dia, setiap saat harus didorong memperluas pengetahuan agama dan pengetahuan lainnya, sehingga setiap umat memahami dengan baik agamanya, mampu berkomunikasi, serta berdialog dengan umat lain dengan baik pula.

Ia mengatakan setiap insan beragama terus dipacu untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yakni pengetahuan yang mampu membuat dirinya, keluarga dan lingkungannya menjadi sejahtera.

"Pengetahuan yang benar juga berarti pengetahuan yang diperoleh secara benar," katanya.

Menag menyatakan dirinya memberi apresiasi terhadap kegiatan inspiratif dan ekspresif.

Dimensi inspiratifnya adalah kegiatan festival yang didahului dengan karnaval pada Selasa petang, yakni karnaval seni keagamaan yang menonjolkan kekayaan seni sakral keagamaan yang bersumber dari khasanah seni daerah.

Disamping inspiraif dan ekspresif, kegiatan itu melibatkan sekitar 700 seniman seni sakral keagamaan Hindu dari 10 provinsi, dan 1.000 orang lebih peserta karnaval seni keagamaan.

Ia meminta agar kegiatan ini tidak berhenti hanya pada hal-hal yang bersifat ekspresif, tetapi harus mampu memberikan pendalaman terhadap pengetahuan agama, keterampilan, dan penambahan nilai yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. (E001/K004)

Klik disini untuk melanjutkan »»

16 Juni 2010

Festival Sakral Hindu di Solo

. 16 Juni 2010
0 komentar

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Prof. Dr.
T. Slamet Suparmo MS mengatakan, Festival Sakral Hindu Nasional
pertama merupakan ajang revitalisasi budaya Indonesia.

"Budaya Indonesia yang hampir punah, kini kembali muncul ke permukaan
melalui festival ini, "katanya di Solo, mengomentari pelaksanaan
kegiatan festival tersebut.

Slamet Suparmo mengaku bahwa festival ini amat dibutuhkan bagi bangsa
Indonesia di tengah krisis moral. Utamanya degradasi moral bangsa
melalui kemasan budaya "tak senonoh" yang belakangan ini membuat para
orang tua merasa prihatin.

"Kita benar-benar mengalami krisis. Jangan-jangan kita tak kenal
budaya sendiri. Tarian tradisional bernuansa sakral lenyap," katanya,
dengan nada prihatin.

Menurut Slamet Suparmo , ada baiknya kegiatan ini dijadikan kegiatan
tahunan. Minimal tiga tahun sekali, dengan harapan seluruh daerah bisa
memperbaiki diri tatkala hendak tampil pada festival serupa.

"Jadi, mereka ketika tampil nanti, dalam kondisi segar. Tampilan
tariannya pun atraktif dan menarik," katanya penuh harap.

Terkait pemilihan tempat festival di kota Solo, ia mengatakan, hal itu
disebabkan jajaran Pemda Surakarta dan masyarakat setempat memberikan
dukungan penuh. "Coba, anda lihat tatkala pesta festival dibuka. Warga
sangat antusias menyaksikannya," ia menjelaskan.

Terkait pemilihan tempat festival berikutnya, ia mengatakan, Pemda
Surakarta masih berkinginan agar diselenggarakan di kota Solo. Namun
ia sadar bahwa daerah lain harus diberi kesempatan. Tujuannya, tak
lain, budaya Indonesia tetap dapat dilestarikan di tengah tantangan
pengaruh globalisasi.
http://oase.kompas.com/read/2010/06/17/03320145/Festival.Sakral.Hindu.di.Solo

Klik disini untuk melanjutkan »»

14 Juni 2010

Festival Seni Hindu Se-Nusantara di Solo

. 14 Juni 2010
0 komentar

Mulai hari ini, umat Hindu se-Indonesia mengikuti Festival Seni Sakral agama Hindu di Solo. Festival yang berlangsung antara 15 Juni 2010 sampai 17 Juni 2010 ini mempertunjukkan tari sakral peribadatan agama Hindu dari sepuluh daerah di tanah air.

Ketua panitia, Sunarto, menjelaskan bahwa selain tari sakral, sebelumnya juga akan digelar pawai karnaval yang mempertunjukkan budaya masing-masing daerah peserta festival. Sedangkan jumlah peserta festival berjumlah 501 orang dari Lampung, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat. Pawai karnaval yang mempertunjukkan budaya masing-masing daerah peserta festival.

"Sebelum pembukaan akan dilakukan karnaval yang diikuti seluruh peserta festival. Rute yang ditempuh dari Lapangan Kota Barat hingga Balaikota kira-kira menempuh jarak sekitar 4 kilometer. Pawai akan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Setelah itu pukul 19.00 WIB dilanjutkan dengan pembukaan," kata Sunarto.

Pembukaan festival akan dilakukan langsung oleh Menteri Agama Suryadharma Ali di Pendapi Gedhe Balaikota Surakarta, sedangkan seluruh acara festival hingga penutupan akan digelar di komplek Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

"Pada pembukaan acara juga akan ditampilkan tari-tarian khas berbagai daerah. Selain penampilan kesenian Bali  sebagai daerah mayoritas Hindu, juga akan ditampilkan kesenian dari Dayak Kaharingan yang merupakan warga Hindu di Kalimantan," ujar Sunarto.

Lebih lanjut, Sunarto, mengatakan festival tersebut baru pertama kali digelar. Festival ini direncanakan akan digelar tiga tahun sekali secara berpindah-pindah. Diharapkan dengan festival tersebut, komunikasi umat Hindu di tanah air akan semakin erat dan saling mengetahui kondisi di masing-masing daerah.

Sementara itu, ketua seksi festival I Nyoman Sukerna, mengatakan sejumlah seniman senior dari ISI Denpasar dan ISI Surakarta. Selain itu para juri juga diambil dari para pinandita.

http://nasional.vivanews.com/news/read/157743-festival-seni-hindu-se-nusantara-di-solo

Klik disini untuk melanjutkan »»

10 Juni 2010

Di Balik Rencana Perhelatan Festival Seni Sakral Hindu Nasional

. 10 Juni 2010
0 komentar

TIDAK sulit mencari rumah Sunarto di Jalan Parang Kusumo, Kampung Tegalrejo, Kelurahan Sondakan, Solo. Sebab, nama Sunarto tidak asing di telinga warga sekitar. Maklum, dia adalah ketua RW di permukiman yang berlokasi di belakang pusat pertokoan Purwosari tersebut.

Kesan pertama yang tertangkap saat bertemu ketua panitia Festival Seni Sakral Hindu itu, senyumnya lebar. "Mangga, silakan duduk di dalam," ujarnya sembari mengulurkan tangan tanda perkenalan.

Begitu masuk rumah, langsung tercium bau lembut wewangian. Rupanya, bau itu berasal dari dupa yang tertancap pada pura kecil di sana. Beragam tanaman jenis anthurium menambah keasrian rumah ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tersebut.

Sejenak berbasa basi, pria berambut putih itu segera bercerita tentang awal mula Solo dipercaya sebagai tuan rumah festival tersebut. Padahal, penganut Hindu di Solo sedikit. Menurut dia, gagasan itu muncul sejak 1971. Namun, karena banyaknya kendala, terutama dana, gagasan tersebut tak kunjung terwujud. "Gagasan itu kali pertama tercetus di Palembang. Namun, ide tersebut tak kunjung terealisasi karena anggarannya sangat besar," ungkap bapak lima anak itu.

Untuk menghelat festival tersebut, papar dia, panitia harus berpatokan pada desa, kala, dan patra. Desa berarti tempat, kala adalah waktu, dan patra merupakan kondisi atau biaya. Syarat desa dan kala tentu bisa ditemukan di banyak daerah. Yang jadi kendala adalah patra. "Muncul ide menghelat acara itu di Jawa Timur. Namun, daerah yang ditunjuk tidak punya anggaran untuk menyelenggarakannya," terang dia.

Akhirnya, dia bertekad memboyong festival tersebut ke Solo. Untuk itu, dia berupaya meyakinkan Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Ternyata, responsnya positif. Kementerian Agama bahkan siap membantu dengan mengucurkan anggaran.

"Di keraton, banyak juga upacara dan gelar tradisi lain yang menggunakan sesajian mirip dengan yang dilakukan oleh umat Hindu. Itulah yang membuat saya merasa bisa menyinkronkan budaya tersebut," tutur kakek 12 cucu tersebut.

Tujuan Festival Seni Sakral Hindu, lanjut dia, adalah melestarikan budaya. Menurut dia, makin sedikit orang yang peduli terhadap kebudayaan sendiri. "Justru orang asing yang melestarikan kebudayaan kita," katanya.

Festival itu, papar dia, akan dimeriahkan oleh sepuluh kontingen. Tiap kontingen beranggota 50 orang, meliputi warga dan seniman Hindu. Mereka berasal dari Bali, Jakarta, Makassar, Palembang, Lombok, dan daerah lain.

"Tema yang kami angkat adalah Dewi Saraswati. Dia sosok dewi ilmu pengetahuan. Kami ingin memberikan pesan kepada masyarakat bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan lebih beretika dan tiap langkahnya selalu mengandung estetika," ucapnya. (nan/jpnn/c11/soe)
sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=138651

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com